Pemerintah pusat akhirnya mengizinkan kembali penjualan LPG 3 kilogram di tingkat pengecer setelah sebelumnya sempat dilarang karena dianggap tidak tepat sasaran dan kerap dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun, kebijakan ini hadir dengan aturan baru, yakni pengecer harus mendaftarkan diri sebagai sub-pangkalan melalui sistem Online Single Submission (OSS) agar bisa menjual LPG bersubsidi secara legal.
Meskipun kebijakan tersebut telah mulai diterapkan di berbagai daerah, Pemerintah Aceh masih belum mengambil langkah serupa. Salah satu pertimbangan utama adalah kekhawatiran bahwa keberadaan sub-pangkalan justru dapat memicu kenaikan harga LPG serta membuat stok di pangkalan resmi menjadi terbatas.
"Kami masih menunggu rekomendasi lebih lanjut sebelum membuka skema sub-pangkalan. Jika diterapkan tanpa perhitungan yang matang, ada kemungkinan harga LPG tetap tinggi di pasaran dan distribusinya menjadi lebih terbatas," ujar Pelaksana Harian (Plh) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, melalui Kepala Seksi Pembinaan Usaha Hilir, Eulis Yesika, kepada masakini.co, Selasa (4/2/2025).
Selama ini, LPG 3 kg secara resmi hanya boleh dijual di pangkalan yang telah ditunjuk. Namun, di lapangan, pengecer tetap menjualnya secara bebas di berbagai kios. Pemerintah pusat mengusulkan skema sub-pangkalan untuk mengontrol distribusi dan harga LPG bersubsidi, tetapi Aceh masih melakukan evaluasi terhadap dampak yang mungkin ditimbulkan.
"Jika sub-pangkalan dibuka, bisa saja harga LPG tetap tinggi karena rantai distribusinya semakin panjang. Selain itu, stok di pangkalan utama juga bisa berkurang karena sebagian akan dialihkan ke sub-pangkalan," jelasnya.
Saat ini, setiap kabupaten dan kota di Aceh telah memiliki pangkalan resmi untuk LPG 3 kg. Namun, untuk daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau, pemerintah telah mengusulkan skema One Village One Outlet (OVOO) agar distribusi lebih merata dan warga tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan LPG.
Beberapa wilayah masih menghadapi kendala dalam hal transportasi dan akses distribusi, yang membuat agen LPG mengalami kesulitan untuk memasok ke daerah-daerah tertentu.
"Kami terus mengupayakan agar distribusi tetap berjalan lancar. Tidak boleh ada daerah yang kesulitan mendapatkan LPG," kata Eulis.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pemerintah terus melakukan pengawasan ketat agar LPG bersubsidi tetap digunakan sesuai peruntukannya, yakni untuk rumah tangga miskin dan usaha mikro. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Migas No. B-2461/MG.05/DJM/2022, LPG 3 kg dilarang digunakan oleh usaha besar seperti restoran, hotel, jasa penatu, industri batik, peternakan, pertanian skala besar, usaha tani tembakau, serta jasa las.
"Aturan ini sudah jelas, dan kami akan terus mengawasi agar LPG bersubsidi benar-benar digunakan oleh mereka yang berhak," tegasnya.
Dengan keputusan Pemerintah Aceh untuk tetap mempertahankan sistem pangkalan dan belum membuka sub-pangkalan, diharapkan harga LPG 3 kg tetap stabil dan pasokannya tidak mengalami gangguan.