Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan empat mahasiswa sebagai tersangka kasus tindak pidana ujaran kebencian. Keempat mahasiswa tersebut adalah Iryanto Lubis, Muhammad Ryandi Safitra, Teuku Muhammad Fadil, dan Yudha Aulia Maulana.
Mereka sebelumnya ditangkap oleh Polresta Banda Aceh saat mengikuti aksi demonstrasi di depan gedung DPR Aceh pada 29 Agustus 2024, bersama dengan 12 mahasiswa lainnya.
Sidang perdana gugatan praperadilan ini digelar di Pengadilan Negeri Banda Aceh pada Senin (10/2/2025), dipimpin oleh hakim tunggal Jamaluddin. Kuasa hukum dari LBH Banda Aceh, yakni Rahmat Maulidin, Muhammad Qodrat, dan Siti Farahsyah Addurunnafis, hadir dalam persidangan untuk mewakili para pemohon.
Dalam sidang tersebut, Muhammad Qodrat menyampaikan bahwa penangkapan keempat mahasiswa tersebut dilakukan secara sewenang-wenang dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kami meminta majelis hakim untuk memeriksa, mengadili, dan mengabulkan praperadilan ini. Penetapan tersangka terhadap para pemohon tidak sah dan bertentangan dengan hukum,” tegasnya.
Selain itu, LBH Banda Aceh juga menggugat penyitaan ponsel milik para mahasiswa yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Menurut mereka, tindakan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan melanggar hak privasi para tersangka.
Kuasa hukum pemohon juga menuntut ganti rugi sebesar Rp25 juta bagi masing-masing mahasiswa, dengan total mencapai Rp100 juta, serta meminta pemulihan hak dan martabat mereka.
“Kami meminta agar hak para pemohon dipulihkan, baik dalam kedudukan, harkat, maupun martabat mereka,” tutup Qodrat.