Gen Z Alami “Krisis Paruh Baya” Lebih Dini, Keuangan dan Kesehatan Mental Jadi Pemicu


Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, menghadapi fenomena baru: "krisis paruh baya" lebih awal dari generasi sebelumnya. Menurut survei Arta Finance, sebanyak 38% Gen Z mengaku mengalami tekanan berat terkait keuangan, kesehatan mental, dan ketidakpastian karir.

Konsep krisis paruh baya kini berubah. Jika dulu identik dengan refleksi hidup di usia 40-an, kini tekanan hidup membuat banyak anak muda merasa terjebak dalam ketidakpastian sejak dini. “Bagi orang dewasa muda saat ini, tekanan finansial, kesehatan mental, dan karir menciptakan lingkungan yang terasa tak terhindarkan,” tulis penulis studi tersebut.

Salah satu faktor utama yang memicu krisis ini adalah kesehatan mental. Data menunjukkan bahwa Gen Z kehilangan setara satu hari kerja per minggu akibat masalah kesehatan mental. Mereka juga 224% lebih mungkin mengalami depresi dibanding generasi yang lebih tua di tempat kerja.

Namun, para ahli menegaskan bahwa ini bukan masalah pola pikir "malas," melainkan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Survei menunjukkan bahwa 30% Gen Z menganggap masalah keuangan sebagai sumber utama stres mereka, sedikit lebih tinggi dibanding 28% milenial.

Tekanan finansial ini membuat banyak orang kesulitan mencapai tonggak penting dalam hidup, seperti membeli rumah atau membangun keluarga. Dengan biaya hidup yang terus meningkat, ekonomi yang tak menentu, dan upah yang stagnan, banyak anak muda merasa masa depan mereka penuh ketidakpastian.

Selain uang, tantangan kesehatan mental dan ketidakpastian karir juga berperan besar dalam membentuk krisis ini. Sebagai pelarian, banyak Gen Z terjebak dalam "pembelanjaan malapetaka"—belanja berlebihan untuk menghindari tekanan hidup.

Namun, para ahli memperingatkan bahwa kebiasaan ini justru memperburuk tekanan finansial dan menciptakan lingkaran setan yang semakin sulit diatasi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama